Photobucket

Selasa, 18 Oktober 2011

JEPANG TANAM PADI DE BELITONG

Kebudayaan agraris sudah berkembang selama ratusan tahun di Pulau Belitung. Tak hanya penuturan para sesepuh, sejumlah catatan sejarah juga memperkuat keberadaan budidaya padi oleh masyarakat pulau Belitung. Sebut saja pioner NV Billiton Maatschappij, JF Loudon (1851), dan penulis belanda, FW Stappel (1938).

Potensi agraris Pulau Belitung memang bukan isapan jempol. Dalam kurun waktu 1942-1945, Jepang yang saat itu menguasai Pulau Belitung juga telah mengembangkan sejumlah petakan sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka selama perang.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Beltim, Tri Jaka mengatakan bekas petakan sawah yang dibangun pada masa pendudukan Jepang masih bisa terlihat sampai sekarang. Petakan sawah eks Jepang itu setidaknya berada di 12 titik yang tersebar di tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Beltim. Luas satu area sawah eks Jepang berkisar antara 25-50 hektar.

Jaka mengungkapkan, sawah eks Jepang tidak hanya tersebar di wilayah Kabupaten Beltim, tapi juga di Kabupaten Belitung. Jaka yang pernah bertugas di Kabupaten Belitung mengatkan sawah eks Jepang bisa dijumpai di Kecamatan Membalong seperti Desa Membalong, Prepat, Kepang, dan Lasar. Bahkan sawah eks Jepang juga terdapat di Desa Air Saga, Kecamatan Tanjungpandan.

Menurut Jaka, sejarah pertanian Belitung itu harus menjadi motivasi bagi generasi sekarang dalam membangun sektor pangan. Belitung mempunyai potensi untuk mengembangkan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri.

"Japang aja sudah memikirkan untuk memuat sawah, alangkah kalah nya kita dengan orang jaman dulu kalau kita tidak bisa membuat hal lebih baik dari mereka," kata Jaka kepada bangkapos.com, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, karakteritik tanah Belitung cocok untuk budidaya padi. Namun budidaya harus dilakukan di lokasi yang memiliki sumber air yang cukup. Seperti halnya sawah eks Jepang jelasnya, semua dibangun pada lokasi yang kaya akan sumber air baku.

Melihat potensi yang ada lanjutnya, Pemkab Kabupaten Beltim telah mentargetkan swasembada beras bisa tercapai pada tahun 2014 mendatang. Beltim setidaknya harus mampu memproduksi beras sebanyak 11,66 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya sekitar 108 ribu jiwa. Untuk mencapai target tersebut, Pemkab Beltim mentargetkan pembukaan petak sawah seluas 2000 hektar (ha) dimana setiap tahun setidaknya ada 150 ha petak sawah yang dibuka.

Sejauh ini produksi beras Beltim memang belum memuaskan. Jumlah tertinggi yang pernah diraih yaitu sekitar 4800 ton pada tahun 2007 lalu. Namun Jaka optimis, Beltim bisa mencapai swasembada beras dalam kurun waktu 3-4 tahun mendatang. Sejumlah faktor pendukung realiasai swasembada beras diantaranya keberadaan 800 ha lahan di danau Nujau dan danau Meranteh, Kecamatan Gantung. Selain itu Beltim juga masih memiliki ketersediaan lahan yang cukup termasuk lahan-lahan sawah eks Jepang di sejumlah desa.

Jaka mengatakan peningkatan produksi juga diupayakan lewat alih teknologi benih. Belajar dari pengalaman minimnya pasokan air saat kemarau, pihaknya kini sedang mencoba menggunakan benih padi hibrida dengn jenis Adi Rasa. Menurut Jaka, jenis ini bisa menghasilkan beras 12-16 ton per hektar. Pihaknya juga masih mengakomodir para petani padi ladang untuk ikut berpartisipasi dalam pemenuhan swasembada pangan bagi Kabupaten Beltim.

"Dengan perhitungan empat ton saja per hektar, kita sudah bisa mendekati kebutuhan beras 3-4 tahun mendatang. Selain itu yang kita pacu bukan luasan lahan saja tapi juga penggunaan teknologi pertanian," pungkas Jaka.

Penulis : wahyu
Editor : ismed
Sumber : Pos Belitung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar